Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Riau, yang menjerat Bupati Meranti nonaktif Muhammad Adil. Penyidik mengambil sampel suara Adil untuk mengungkap komunikasi yang diduga terkait praktik suap.
"Tim penyidik melakukan pengambilan sampling suara tersangka MA untuk mencocokkan adanya beberapa komunikasi percakapan dalam penerimaan suap," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat (28/4).
Ali belum membeberkan percakapan yang dimaksud, namun komunikasi itu diduga melibatkan Adil.
Selain itu, penyidik juga menelusuri aliran uang yang diterima pemeriksa muda BPK Perwakilan Riau, M. Fahmi Aressa. Hal itu didalami dari keterangan saksi yang diperiksa pada Kamis (27/4) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Saksi yang diperiksa yakni Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau, Ruslan Ependi, dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau, Odipong Sep.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan temuan pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Riau di Pemkab Kepulauan Meranti. Dikonfirmasi juga adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka MFA dari MA," ujar Ali.
KPK telah menetapkan tiga tersangka pada perkara ini, yaitu Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil; Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih; dan pemeriksa muda BPK Perwakilan Riau, M. Fahmi Aressa.
Mereka terjerat tiga dugaan korupsi, yakni pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023 dan dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh.
Kemudian, dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Atas perbuatannya sebagai penerima suap melanggar, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti itu disangkakan pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sebagai pemberi suap, Adil disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fitria Nengsih dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan Fahmi Aressa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.